Oleh: Helmi
Abdulgani
Refractory di definisikan sebagai
daya tahan suatu zat atau bahan untuk tidak mengalami perubahan bentuk pada temperatur
tinggi. Jadi pengetahuan tentang
refractory adalah suatu pengatahuan dimana kita berusaha untuk mengenal sifat-sifat
( baik sifat-sifat kimia maupun sifat-sifat fisik) suatu bahan, apabila bahan
ini dihadapkan pada temperatur tinggi yang biasanya melebihi 700 oC.
Jadi dapatlah dikatakan bahwa semua
bahan yang tidak mengalami perubahan bentuk pada temperature
tinggi di katagorikan sebagai bahan refractory. Sebagi contoh, bahan baku bata
api, yang diantaranya tanah liat (Clay
mineral ), Alumina (Al2O3), Silicate mineral (SiO2),
Magnesia (MgO), Calsite (CaO) dan berapa
bahan yang lain adalah bahan-bahan refractory. Perlu ditambahakan bahwa masing-masing
bahan ini mempunyai batasan temperatur
masing-masing dimana ia dapat mempertahankan bentuknya. Hal ini sangat
tergantung dari sifat refractoriness dari bahan-bahan itu sendiri.
Material refractory dapat diklasifikasikan dalam berbagai
group, tetapi yang paling umum adalah sebagai berikut
1.
Berdasarkan sifat-sifat kimia
2.
Berdasarkan thermal conductivity
3.
Berdasarkan refractoriness
Berdasarkan sifat-sifat kimia, material refractory dibagi
dalam 3 group yaitu:
1. Refractory
asam (acidic refractories) dimana refractory ini dapat bereaksi dengan slag,
atau bahan lain yang bersifat basa (basic slag). Sebagai contoh dari refractory ini adalah silica dan alumina
2. Refractory
basa (Basic refractories) dimana refractory ini dapat bereaksi dengan slang
atau bahan lain yang bersifat asam (asidic slag). Sebagai contoh dari
refractory ini adalah calsite dan magnesite
3. Refractory
netral (Neutral refractories), dimana refractory ini bersifat netral terhadap
slag basa maupun terhadap slag asam. Sebagai contoh dari refractory ini adalah
silicon carbite dan zirconia.
Berdasarkan sifat thermal conductivity, refractory material dapat
dibagi dalam 2 group yaitu
1. Refractory
penghantar panas, dimana refractory ini dapat menghantar panas dengan baik.
Sebagai contoh silicon carbite dan zirconium carbite
2. Refractory
penghambat panas, diman refractori ini
dapat meghambat aliran panas dari temperature tinggi ke tempertur rendah.
Sebagai contoh silica dan alumina
Berdasarkan refractoriness, refractory material dapat dibagi
dalam 4 group
1. Refractory
dengan refractoriness rendah, dimana temperatur fusion point berkisar antara
1520 oC sampai dengan 1630 oC, dengan PCE (pyrometrics
cone equivalent) berkisar antara 19 sampai dengan 28. Contoh: calsite
2. Refractory
dengan refractoriness intermediate, dimana temperature fusion point berkisar
antara 1631 oC sampai dengan 1670 oC, dengan PCE berkisar
antara 29 sampai dengan 30. Contoh : fire clay
3. Refractory
dengan refractoriness tinggi, dimana temperature fusion point berkisar antara
1671 oC sampai dengan 1730 oC, dengan PCE berkisar antara
31 sampai dengan 33. Contoh: Chromite
4. Refractory dengan refractoriness super, dimana
temperature fusion point lebih besar dari 1730 oC, dengan PCE
berkisar antara 33 sampai dengan 38. Contoh Magnesite
Sifat-sifat refractory berikut ini sangat penting untuk
diperhatikan dalam proses pemilihan jenis material refractory yang akan
digunakan untuk applikasi tertentu. Sifat2 itu adalah:
1. Refractoriness
2. Refractoriness
Under Load
3. Thermal
Conductivity
4. Porosity
5. Thermal
Spalling
Refractoriness
Refractoriness adalah temparatur dimana material refractory, akan mengalamai deformasi
bentuk oleh beratnya sendiri. Artinya pada saat temperature refractoriness tercapai ,
refractory material itu akan mengalami perubahan bentuk dengan sendirinya tanda
dibebani sekalipun.

Refractoriness Under Load
Sebenarnya, didalam
praktek sehari-hari, refractoriness suatu material jauh lebih rendah dari yang didapatkan
dengan mengunakan sistim Seger. Hal ini karena dalam pemakaian sehari-hari
selalu ada beban yang dipikul oleh material refractory. Oleh karena itu untuk
mengetahui suhu yang tepat di mana suatu
refractory material masih dapat digunakan, dipakailah system pengetesan
refractory terbebani. Sistim ini disebut Refractoriness Under Load (RUL).
Methode
pengetasan ini menggunakan specimen dalam betuk balok yang dibebani dan dipanaskan
dengan kecepatan 10 oC/menit,
sampai specimen tersebut mengalami deformasi 10 %. Temperatur dimana deformasi
10 % ini terjadi disebut temperature RUL untuk bahan itu. Besarnya beban yang
digunakan pada pengetesan ini ada dua,yaitu
1.75 kg/cm2 dan 3.75 kg/m2. Jadi jika 3 buah specimen yang terbuat dari
bahan yang sama dibebani dengan tekanan 3.75 kg/cm2 dan dipanaskan dalam oven dengan kenaikan temperature 10 oC
/menit, dan temperature dimana masing-masing specimen mengalami deformasi 10 %
di catat, maka temperature RUL adalah suhu rata dari ke tiga specimen tersebut.
Misalkan nilai rata-rata temperatur itu adalah 1680 oC, maka nilai
RULnya akan dilapurkan sebagai RUL 1680 oC
dengan beban 3.75 kg/cm2
Thermal Conductivity
Thermal
Conductivity material refractory sangat dipengaruhi oleh komposisi dan porosity.
Refractory material yang terbuat
dari bahan-bahan dengan composisi yang
berbeda akan mempunyai themal conductivity yang berbeda pula. Begitu juga
tentang porosity, makin besar porosity, makin kecil thermal conductivitasnya,
demikian juga sebaliknya. Sayangnya makin besar porosity makin berkurang
kekuatan refractory material tersebut dan hal ini sama sekali tidak kita
inginkan.
Refractory
material yang mempunyai thermal conductivity besar biasanya digunakan pada heat exchanger
seperti pada recuperator dan regenerator. Sedangkan refractory material yang
mempunyai thermal conductivity rendah
digunakan bila konservasi energy panas diperlukan, seperti pada heat treatment
furnace.
Porosity
Porosity adalah ruangan-ruangan kosong yang terdapat dalam suatu bahan
refractory, dan dinyatakan dengan membandingkan volume total ruangan-ruangan
kosong yang saling terhubung dalam material refractory itu dengan total volume keseluruhan
refractory material tersebut dan kemudian dikalikan dengan 100 sehingga dapat
dinyatakan dalam persentase.
Apabila dalam suatu proses, slag atau gas atau bahan lain terjadi kontak langsung dengan
material refrarctory, maka harus dipilih bahan refractory dengan porosity yang
rendah untuk menghindari penetrasi cairan slag atau gas kedalam body refractory
material tersebut. Karena bila penetrasi terjadi ada kemungkinan
mineral-mineral yang terdapat dalam body refractory material akan bereaksi
dengan cairan slag, gas atau bahan lain yang masuk sehingga melemahkan kekuatan
refractori material tersebut.
Perlu diingat
bahwa porosity dapat mengurangi:
·
Daya tahan terhadap
serangan bahan kimia
·
Kekuatan bata api
·
Thermal conductivity
·
Thermal spalling
Sebaliknya
porosity dapat memperbesar:
·
Kecepatan pengikisan
·
Kecepatan korosi
Stabilitas dimensi (Dimensional Stability)
Stabilitas
dimensi adalah suatu istilah yang digunakan untuk mengukuran kemampuan suatu
material refractory untuk tetap mempertahankan volumenya pada saat sedang dalam
beroperasi.Perubahan dimensi dapat terjadi secara reversible ( dapat berbalik
ke ukuran semua) atau secara irriversiblke ( perubahan kekal, tidak kembali ke
ukuran semula). Perubahan ukuran reversible (perubahan sementara) biasanya
terjadi pada temperatur di bawah 750 oC.
Perubahan sementara ini disebabkan oleh sifat material yang disebut termal
expanstion coefficient, yaitu sifat material dimana material tersebut bertambah
panjang bila dipanaskan dan bertambah pendek bila didinginkan. Sedangkan
perubahan permanen disebabkan oleh permanen expantion atau contraction yang
terjadi pada partikel-partikel refractori material atau bisa juga karena terjadinya phase
transformation pada saat pemanasan atau pendinginan.
Perubahan
permanen (irrivesiblle) dapat juga terjadi karena adanya perubahan phasa.
Contohnya apabila amorphous magnesite dipanaskan maka akan terjadi perubahan phasa menjadi crystalline
Periclase. Pada perubahan ini terjadi penyusutan volume. Sedangkan pada
berubahan quartz menjadi tridymite akan terjadi memuaian volume, tetapi pada
perubahan tridymite menjadi Crystobalite akan terjadi penyusutan volume. Quartz
akan berubah menjadi Tridymite pada suhu 870 oC, dan apabila suhu
terus ditingkatkan sampai 1470 oC maka Tridymite akan berubah
menjadi Crystobalite.
Thermal Spalling
Terjadinya pengelupasan refractory
karena pengaruh temperature tinggi disebut themal spalling. Ini disebabkan oleh
pemuaian dan penyusuatan refractory material tidak terjadi secara merata
Beberapa akibat dari thermal spalling adalah seperti berikut ini:
1.
Memudahkan penetrasi Slag
2.
Mempercepat Korosi
3.
Mempercepat penipisan refractory (Abrasion)
Thermal Spalling dapat dikurangi
dengan cara:
1.
Menggunakan material refractory dengan coefficient
muai yang rendah, dan menghindari fluktuasi temperature dengan tiba-tiba.
2.
Menggunakan refractory material dengan porosity tinggi bila memungkinkan.
3.
Menggunakan refractory material dengan thermal
conductivity yang baik bila memungkinkan.
4.
Overfiring refractory brick pada temperatur
tinggi.
5.
Bila mungkin merancang furnace sehingga stress
bila dieliminir.